Oleh : Faurizal Moechtar

Di Gampong-gampong
tertentu sulit mendapatkan kuota ‘mensedekahkan’ bubur kanji, karena hampir
semua warga berkeinginan beramal melalui kenduri kanji pada bulan
ramadhan, jumlah kepala keluarga dalam
satu gampong sangat banyak, sementara kuota masak bubur kanji yang ada hanya 30
hari, untuk mengantisipasi keterbatasan kuota agar merata, warga gampong kadang
kala terpaksa membagi satu kuota berdua
bahkan sampai bertiga dengan cara meuripee.
Bagi perantau bila
berkeinganan mensedekahkan bubur Kanji pada bulan yang penuh berkah, rahmat dan
pengampunan tersebut diperbolehkan, dengan cara memesan terlebih dahulu melalui
Geusyik atau keluarga yang tinggal di gampong untuk mendaftarkan namanyan agar
mendapatkan kuota kanji sebelum musyawarah digelar.
Bubur Kanji dimasak
dalam sebuah kuali besar (beulangong Beuso) yang ukurannya bisa menampung kanji
yang dapat dibagi kepada 100 sampai 150 kepala keluarga, biasanya setiap
keluarga mendapat jatah satu sampai dua liter per kepala keluarga tergantung
kebutuhan.
Woet (memasak)
kanji biasanya dimulai pukul 10.00 .WIB sampai pukul 16.00. WIB setiap harinya
pada bulan Ramadhan, sudah membudaya dapur kanji sering kelihatan ramai, secara
suka rela warga sambil menunggu shalat ashar berjamaah menemani dan bahkan ada membantu
petugas masak kanji. Bubur kanji setelah masak dapat bertahan (tidak basi) 4 sampai 8 jam.

Pada era tahun
80an, Kami para aneuk miet (anak-anak) saat itu, sebelum menampung kanji dalam
pacok Trieng (Penampung kanji dari bambu) berkewajiban mengambil air dalam
Lueng (sungai Kecil) untuk mengisi air kedalam drum besar yang telah
disediakan oleh petugas masak kanji. Air itu dipergunakan untuk membersihkan
peralatan masak setelah kanji dibagikan kepada warga.
“Kanji ka geuboh,
ujeun ka itoh, Apa tahee ka Geuwo” begitu kira-kira lantunan sorak-sorai yang
kami yel-yelkan pada waktu kecil setelah petugas masak kanji mengumumkan “kanji
sudah masak”, penulis tidak begitu paham apa maknanya lantuan tersebut, yang
jelas penulis pernah menyanyikan bait-bait itu dengan penuh semangat sambil
menimba air dalam Lueng (sungai Kecil) secara bersama-sama untuk kebutuhan
membersihkan peralatan masak kanji setiap sorenya.
Belum
Sempurna Puasa
Suatu hari Dek Min
Kecil pergi ke Menasah untuk mengambil kanji, ternyata kanji sudah habis,
petugas masakpun sudah tidak ada, dengan berlinang air mata Dek Min pulang ke
rumahnya, lalu Dek Min bilang sama Neneknya “ Nek…Hana jadeeh puasa uroenyo” (“Nek Tidak Jadi puasa hari ini”) , “kenapa….?” Tanya neneknya. “Di meunasah hana geutagun kanji uroenyo”
(hari ini tidak ada kanji di Menasah)
jawab Dek Min dengan lugu. Sambil menjelaskan bahwa Kanjinya sudah habis karena
cucu kesayangannya terlambat bangun siang, Sang Nenek tersenyum dengan sedikit
menggelitik.
Dari kisah diatas
yang ingin penulis sampaikan adalah “Rasanya tidak sempurna puasa bila pada
bulan ramadhan bila tidak ada kanji di meunasah ”. Pertanyaannya adalah kenapa
perasaan semacam ini muncul..?, Padahal sebagai orang muslim kita tahu persis syarat
sahnya puasa dan kesempurnaan puasa tidak ada kaitanya dengan kanji sama
sekali.
Setelah penulis
‘sadar’ bahwa masak kanji pada bulan
Ramdhan hanya sebuah tradisi, penulis mencoba cari tahu “Apa yang membuat orang
Aceh mentradisikan kanji pada Bulan ramadhan..? ”. terkait dengan hal itu, disini penulis melihat
ada dua alasan yang paling mendasar, yang pertama berkaitan dengan pahala, dan
yang kedua dengan kesehatan.
Pahala

Dalam literatur yang penulis baca, tidak ada satu riwayatpun yang
menganjurkan bagi umat islam untuk mememasak kanji pada setiap bulan puasa. Hanya
saja Rasullullah selain mengajak berpuasa pada bulan ramadhan juga mengajak kita untuk dapat memberikan makan atau minum kepada
orang-orang berbuka dengan ganjaran pengampunan dosa dan mendapatkan pahala
yang besar dan berlipat ganda.
Melalui tradisi Woet Kanji/ Kenduri Kanji secara
bergiliran bagi orang-orang yang mendapat kuota pada bulan ramadhan, sadar atau
tidak orang-orang tersebut telah memberikan makanan lebih dari pada seteguk
air kepada orang-orang sekampung. Tidak
bisa dibayangkan berapa banyak pahala yang didapatkan, dan berapa banyak
dosa-dosa yang telah dihapus oleh Allah SWT.
Kesehatan

Menurut sejumlah referensi yang penulis
dapatkan dari situs-situs kesehatan, Setiap unsur gizi memiliki fungsi yang
spesifik. Masing-masing gizi tidak dapat
berdiri sendiri dalam membangun tubuh dan menjalankan proses metabolisme. Namun
unsur gizi tersebut memiliki berbagai fungsi yang berbeda.
Unsur-unsur gizi tersebut disamping
berfungsi sebagai sumber energi bagi tubuh manusia, juga berfungsi untuk
pertumbuhan dan mempertahankan jaringan tubuh, dan gizi juga berfungsi sebagai
pengatur /regulasi di dalam tubuh. Oleh karena itu, walaupun
belum pernah dibuktikan secara ilmiah, bubur kanji diyakini dapat menyehatkan
badan, mengembalikan kekuatan setelah menahan makan dan minum sepanjang hari.
Faurizal Moechtar (Penikmat Bubur Kanji,
Warga Samalanga berdomisili di Banda Aceh)
No comments:
Post a Comment