(Oleh: Faurizal Moechtar)
Menarik rasanya menanggapi tulisan Sdr.
Khairil Miswar pada media online AtjehLINK yang berjudul “Ide Konyol
Paduka Walikota”, penilaian konyol seperti yang dikatakan oleh Sdr.
Khairil Miswar bukan tidak beralasan, baik ditinjau dari aspek keselamatan
pengendara kenderaaan roda dua maupun ditinjau dari dari segi syariat.
Bahkah menurut Sdr. Khairil Miswar, pernyataan Walikota Lhokseumawe
Suaidi Yahya “Duduk kangkang melanggar adat istiadat Aceh dan
Syari’at Islam adalah anggapan yang berlebihan dan bertentangan dengan
fakta sejarah”.
Sama seperti Sdr. Khairil Miswar,
sebelummnya saya juga memberikan penilaian koyol terhadap ‘Ide Larangan
Duduk Ngangkang’ bagi wanita yang dibonceng di belakang kendearaan roda
dua. Namun setelah saya kaji lebih mendalam, saya memberikan penilaian
terbalik dengan Sdr. Khairil Miswar, bahwa “Ide Paduka Walikota
Lhokseumawe adalah cita-cita mulia dan berani”, dan hanya “pemimpin
pemberani” yang berani mengeluarkan ide-ide yang sepintas terkesan
konyol tersebut.
Saya kira, jauh sebelum mengeluarkan ide
mulia ini, sang Walikota juga sudah berfikir, bahwa akan ada banyak
tantangan yang dihadapi, kritikan dan bahkan cemoohan, namun sebagai
‘pengembala’ beliau tetap akan berupaya berbuat semampunya untuk dapat
dipertanggungjawabkan olehnya di hari ‘kemudian’.
Siapapun juga tahu bahwa ide larangan
Ngangkang di belakang kendaraan itu adalah ide yang terkesan konyol,
apalagi seorang Suaidi Yahya yang notabene sebelum jadi Walikota adalah
Wakil Walikota, diyakini sebelum ide ini diluncurkan ke publik oleh Pak
Wali, tentu sudah melalui tahapan-tahapan sesuai dengan standar
pemerintahan dan telah melakukan kajian-kajian mendalam apa untung dan
ruginya.
Untung
Untungnya, Pak wali akan dapat
mempertanggungjawabkan terhadap apa yang dipimpinnya di hari
pertanggungjawaban yang telah Allah janjikan akan tiba. Setidaknya pak
wali telah mencoba berbuat semampunya sehinga Anak-anak muda noh-muhrim
yang selama ini kerap terlihat berpelukan di atas sepeda motor tidak ada
lagi.
Duduk ngangkang diatas sepeda motor
memberi peluang besar kepada Anak-anak muda non-muhrim berpelukan bahkan
sering terlihat berciuman. Bukan dalam artian duduk menyamping tidak
ada peluang untuk berzina, duduk menyamping peluangnyan lebih kecil
ketimbang duduk mengangkang di belakang pengendara. Sampai hari ini Saya
belum pernah melihat seorang perempuan yang dibonceng duduk menyamping
berciuman dengan laki-laki yang membawa kendaraan, dan sebaliknya hampir
setiap hari saya melihat remaja perempuan yang duduk ngangkang memeluk
remaja lelaki yang memboncengnya di atas sepeda motor.
Memang tidak ada aturan dalam mengatakan
duduk ngangkang itu adalah milik laki-laki, baik dalam tatanan adat
secara tertulis maupun agama, namun demikian seingat saya jangankan
duduk ngangkang di atas sepeda motor, seoarang perempuan menjadi sopir
mobilpun dianggap tabu di Aceh. Kalau tidak percaya coba lakukan
penelitian…!
Saya yakin bahwa larangan tersebut pada
dasarnya ditujukan kepada Laki-laki yang berboncengan dengan perempuan
yang bukan muhrimnya. Namun karena sulit melakukan verifikasi maka
aturan itu harus dibuat secara umum.
Rugi
Diyakini, Pak Suaidi Yahya sadar bahwa
ide mulianya itu akan membawa beliau pada posisi yang tidak
menguntungkan sebagai politisi, beliau akan dikritisi, beliau akan
dituduh tidak memilki ide, bahkan beliau akan dicemo’oh tidak tanggap
keadaan. Namun Pak Suaidi tetap mengeluarkan ide-nya yang terkesan
konyol tersebut, karena Pak Suaidi menyadari betul bahwa apa yang
dipimpinnya suatu saat harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT.
Pertanyaannya adalah kenapa hanya itu,
‘melarang wanita duduk ngangkang di atas sepeda motor yang dikendarai
oleh lelaki non muhrim’ bukankah masih banyak hal-hal lain yang
menyentuh/merugikan hak hidup orang banyak juga melanggar syariat
Islam, bertentangan dengan adat dan budaya Aceh, seperti korupsi
misalnya, pajak nanggroe yang tidak jelas alokasinya kemana dan
lain-lain.
Untuk menjawab pertanyaan seperti itu,
diyakini Pak Suaidi agak sedikit kelimpungan, namun
demikian yang jelas
Pak Suadi dengan kekuasaannya telah berupaya menegakkan kebenaran yang
dianggap olehnya benar.
Selamat berjuang Paduka Walikota…!
(Penulis adalah seorang pemerhati budaya)
Sumber : http://atjehlink.com
No comments:
Post a Comment