Saturday, November 17, 2012

Profil Teungku Chik Mohammad Hasan di Tiro

Hampir 50 ribu tentara dikirim ke Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Uang Rp 1,23 triliun siap dibelanjakan untuk pelaksanaan operasi keamanan di propinsi itu. Pemerintah Jakarta sudah siap menghancurkan kekuatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di “rumah mereka”. Masalahnya, otak gerakan itu, Hasan Muhammad di Tiro, tidak berada di rumah. Hasan Tiro -begitu dia lebih dikenal- berada di Swedia, sebuah negara di belahan Eropa.

Mengirim tentara ke Swedia tentu mustahil. Pemerintah Indonesia pun meminta penguasa di Swedia untuk menghukum Hasan Tiro. Tokoh ini disebut mensponsori gerakan pemisahan diri di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Sayangnya, permintaan itu sepertinya tidak digubris. Mereka beralasan, tidak punya bukti kongrit keterkaitan warga negaranya, Hasan Tiro, dengan GAM.


Siapa Hasan Tiro? Hasan merupakan pendeklarasi kemerdekaan Aceh pada 4 Desember 1976. Dia ikut keluar-masuk hutan bersama pasukannya pada 1976 untuk memisahkan diri dari Indonesia. Perjuangannya itu hanya berlangusng tiga tahun. Karena serangan tentara Indonesia yang tak tertahankan, ia mengungsi ke berbagai negara, sebelum akhirnya menetap di Stockholm, ibukota Swedia.

Setelah jatuhnya Soeharto, isu Aceh merdeka kembali menjadi sorotan dunia. Organisasinya (Gerakan Aceh Merdeka) muncul ke pentas internasional. Hasan Tiro pernah dan menandatangani deklarasi berdirinya Negara Aceh Sumatra, pada akhir 2002. Dia juga menandatangani surat perihal GAM yang dikirim kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Kofi Annan pada 25 Januari 1999. Dalam berbagai perundingan damai antara RI dan GAM, restu Hasan Tiro selalu ditunggu.

Pengakuan orang Aceh terhadap Hasan bukan hanya karena perjuangannya. Dalam tubuhnya mengalir darah biru para pejuang Aceh. Hasan lahir di Pidie, Aceh, pada 4 September 1930 di Kampung Tiro, sekitar 20 km dari Sigli. Dia adalah keturunan ketiga Tengku Syeh Muhammad Saman di Tiro. Hasan merupakan anak kedua pasangan Tengku Pocut Fatimah dan Tengku Muhammad Hasan. Tengku Pocut inilah cucu perempuan Tengku Muhammad Saman di Tiro.

Kepemimpinan dalam birokrasi Aceh merdeka merupakan sebuah takhta yang turun-temurun. Ceritanya berawal dari wafatnya Sultan Muhammad Daud Shah, sultan Kerajaan Iskandar Muda yang terakhir, pada 1874, karena berperang melawan Belanda. Karena anak sultan baru berusia 12 tahun, suksesi macet. Di tengah gentingnya suasana perang, kekuasaan diserahkan ke Tengku Muhammad Saman di Tiro (kakek buyut Hasan di Tiro) sebagai wali negara sekaligus panglima perang.

Karena posisinya sebagai keturunan Tengku Saman di Tiro itulah ia memegang kendali Gerakan Aceh Merdeka. Darah biru itu kemudian diperkaya dengan ilmu hukum internasional yang ditimbanya di Universitas Colombia, Amerika Serikat, hingga meraih gelar doktor. Deklarasi kemerdekaan pada 1976, menghidupkan kembali ide Aceh yang sepenuhnya terpisah dari Indonesia. Pada tahun itu Hasan datang kembali ke Aceh setelah selama 25 tahun meninggalkannya. Di Aceh, sejumlah tokoh yang sebelumnya telah lama bergerilya melawan tentara Indonesia, seperti Daud Paneuk dan Tengku Haji Ilyas Leube, menyambut kedatangan sang pemimpin.

Sikap keras Hasan Tiro yang menolak Indonesia merupakan perubahan besar dibanding era sebelumnya. Sebelum berangkat ke Amerika pada 1950, dia terlibat aktif dalam berbagai organisasi keindonesiaan. Ia, bersama abangnya, Zainul Abidin, aktif dalam Pemuda Republik Indonesia (PRI). Hasan bahkan pernah menjabat Ketua Muda PRI di Pidie pada 1945.

Ketika Wakil Perdana Menteri II dijabat Syafruddin Prawiranegara, Hasan pernah menjadi stafnya. Atas jasa Syafruddin jugalah Hasan mendapat beasiswa Colombo Plan ke Amerika. “Malah sambil kuliah dia diperbantukan sebagai staf penerangan Kedutaan Besar Indonesia di PBB,” kata Isa Sulaiman, sejarawan dari Universitas Syiah Kuala. Artinya, pada suatu periode Hasan pernah menaruh harapan pada Indonesia.

Setelah pecah pemberontakan DI/TII, sikap Tiro mengeras. Dari Amerika, pada 9 September 1954, Hasan Tiro pernah mengingatkan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo agar menghentikan serangan bersenjata kepada aktivis DI/TII di Aceh. Hasan belakangan juga terlibat dalam Republik Persatuan Indonesia, sebuah “federasi” sepuluh daerah di Sulawesi, Sumatra, dan Maluku sebagai perlawan terhadap pemerintahan Sukarno yang sentralistis.

Barulah pada Januari 1965, Hasan menggagaskan ide Negara Aceh Sumatra Merdeka. “Jadi, apa yang dilakukannya dengan memproklamasikan Negara Aceh Merdeka pada 4 Desember 1976 hanyalah kristalisasi dari ide yang sudah disosialkannya sejak 1965,” kata Isa Sulaiman. Ide Aceh Sumatra diambil Tiro dari wilayah Kesultanan Iskandar Muda. Pada masa jayanya kerajaan ini memang pernah sampai menguasai Lampung, Bengkulu, dan sebagian wilayah Malaysia. Dengan kata lain, pembebasan yang ingin dilakukan oleh GAM adalah pembebasan terhadap seluruh Sumatra.

Hasan hingga kini menjadi tokoh sentral dari GAM. Masalahnya, apakah sepeninggal Hasan Tiro, GAM masih akan melanjutkan pola suksesi dan pemerintahan ala kesultanan tersebut? Apakah Karim Tiro (anak Hasan Tiro) akan menggantikan ayahnya jika suatu ketika Hasan Tiro wafat -sesuatu yang akan menjadi persoalan sendiri mengingat Karim berdarah Amerika dan ia tidak dikenal luas oleh masyarakat Aceh?

Terpusatnya kepemimpinan di tangan Hasan Tiro pada gilirannya akan membawa persoalan pada persetujuan politik yang harus dilakukan GAM dengan elemen masyarakat Aceh lainnya. Sementara GAM bukan satu-satunya elemen dalam masyarakat Aceh.

Arif Zulkifli, A. Rulianto, Putri Alfarini



BIODATA :
  • Nama : Teungku Hasan Muhammad di Tiro
  • Lahir : 25 September 1925, Pidie, Aceh
  • Orangtua : Pocut Fatimah (Ibu), Teungku Muhammad Hasan (Ayah)
  • Istri : Dora wanita keturunan Iran berkebangsaan Amerika
  • Anak : Karim di Tiro (Doktor Sejarah dan mengajar di AS)
Pendidikan :
  • Fakultas Hukum UII, Yogyakarta (1945)
  • Ilmu Hukum International, Univesitas Columbia
Pengalaman Organisasi :
  • Pernah aktif dalam Pemuda Republik Indonesia (PRI)
  • Pernah menjabat Ketua Muda PRI di Pidie pada 1945
  • Staf Wakil Perdana Menteri II dijabat Syafruddin Prawiranegara
  • Staf penerangan Kedutaan Besar Indonesia di PBB
  • Presiden National Liberation Front of Aceh Sumatra
  • Dinas Penerangan Delegasi Indonesia di PBB,AS, 1950-1954
  • Ketua Mutabakh, Lembaga Nonstruktural Departemen Dalam Negeri Libya
  • Dianugerahi gelar Doktor Ilmu Hukum University of Plano,Texas
  • Lulusan University Columbia dan Fordam University di New York
Karya-karya :
  • Mendirikan "Institut Aceh" di AS
  • Dirut dari Doral International Ltd di New York
  • Punya andil di Eropa, Arab dan Afrika dalam bisnis pelayaran dan penerbangan
  • Diangkat oleh Raja Feisal dari Arab Saudi sebagai penasehat agung Muktamar Islam se-Dunia (1973)
  • Mendeklarasikan Aceh merdeka pada 4 Desember 1976 untuk melawan pemerintah Indonesia
  • Artikel berjudul The Legal Status of Acheh Sumatra under International Law 1980
  • The Unfinished Diary
  • Atjeh Bak Mata Donya (Aceh Dimata Dunia)
  • Terlibat sebuah "federasi" 10 daerah di Sulawesi, Sumatra, dan Maluku perlawanan terhadap pemerintahan Soekarno
  • Menggagaskan ide Negara Aceh Sumatra Merdeka,1965

No comments:

Post a Comment